Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Gurunya Syaikh Nawawi Al-Bantani

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan bukanlah nama absurd di kalangan para pengkaji Islam, terutama para kyai dan santri di Pesantren-pesantren di Indonesia. Sebab banyak para ulama Nusantara yang menimba ilmu darinya di kota Mekah atau Madinah. Ulama dan mufti kota Mekah ini, merupakan seorang ulama Ahlussunnah wal jamaah kaliber dunia yang karya-karyanya banyak menjadi rujukan.

Kemasyhurannya ini sanggup diketahui dari gelar-gelar dan ungkapan yang disebutkan ulama mengenai dirinya menyerupai al-Imam al-Ajal (Imam pada waktunya), Bahrul Akmal (Lautan Kesempurnaan), Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi wa Kawakibu Samaihi (Penghafal Hadits Nabi dan Bintang-bintang langitnya), Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik).

Pada masanya, gelombang pemikiran dan perpolitikan Islam garis keras yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab —yang belakangan dikenal sebagai wahabi— mengambil momentumnya. Ajaran keras dan gerakan berdarah yang mereka lakukan dengan sumbangan dunia Barat sudah sangat mengkhawatirkan. Sebagai seorang ulama sunni di masanya, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mengkritik pemikiran wahabi yang di zamannya mulai merebak dan menguasai al-haramain (dua tanah haram, Mekah dan Madinah) di mana dia menjadi muftinya. Pemahaman wahabi dianggapnya sebagai berbahaya dan tidak sesuai dengan ajaran-ajaran sejati ahlussunnah. Untuk itu ia menulis salah satu karya yang berjdul ad-Durarus Saniyyah fi raddi ‘alal Wahhabiyyah. Karena itu ulama ini banyak dibenci dan difitnah oleh kalangan wahabi.

Lahir di Mekah pada 1232 H/1816 M dengan silsilah nasab bersambung dengan keluarga suci Nabi saw. melalui jalur Imam Hasan, cucunda Nabi saw., alasannya yaitu itu dia dipanggil Sayyid. Gelar dan nasab lengkapnya yaitu berikut ini :

“Al-Imam al-Ajal wal-Bahrul Akmal Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi Syeikhul-Ilm wa Hamilu liwaihi wa Hafidzu Haditsin Nabi saw. wa Kawakibu Sama-ihi, Ka’batul Muridin wa Murabbis Salikin asy-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan bin Ahmad Dahlan bin Utsman Dahlan bin Ni’matullah bin Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdullah bin Utsman bin ‘Athoya bin Faris bin Musthofa bin Muhammad bin Ahmad bin Zaini bin Qadir bin Abdul Wahhab bin Muhammad bin Abdur Razzaaq bin Ali bin Ahmad bin Ahmad (Mutsanna) bin Muhammad bin Zakariyya bin Yahya bin Muhammad bin Abi Abdillah bin al-Hasan bin Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani, Sulthanul Awliya` bin Abi Sholeh Musa bin Janki Dausat Haq bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa al-Jun bin Abdullah al-Mahd bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sibth bin Sayyidinal-Imam Ali dan Sayyidatina Fathimah al-Batul, puteri Rasulullah saw.”

Beliau menimba ilmu di Kota kelahiran Nabi saw. tersebut dan akibatnya menjadi salah satu mercusuar ulama Islam. Kecerdasannya dan penguasannya terhadap banyak sekali keilmuan Islam membuatnya mengemban amanat menjadi mufti Mazhab Syafi‘i, merangkap Syeikh al-Haram yaitu jabatan khusus ulama tertinggi yang mengajar di Masjid al-Haram. Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi dalam kitab Nafahatur Rahman menulis wacana keilmuan dia terhadap qiraat Al-Qur’an dan menganjurkan biar para muridnya menjaga dan mengajarkannya :

“Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan hafal Al-Qur’an dengan baik dan menguasai tujuh cara bacaan Qur’an (qira’ah sab’ah). Beliau juga hafal kitab asy-Syathibiyyah dan al-Jazariyyah, dua kitab yang sangat bermanfaat bagi pelajar yang hendak mempelajari qira’ah sab’ah. Kerana cinta dan perhatiannya pada Al-Qur’an, dia memerintahkan sejumlah qari’ untuk mengajar ilmu ini, dia khawatir ilmu ini akan hilang jikalau tidak diajar terus menerus.”

Selain itu ia juga menjalani usaha politik. Di mana dia telah menawarkan proteksi kepada Syaikh Muhammad Rahmatullah al-Kiranawi al-Hindi al-Utsmani (w 1308H/1891M) yang dikala itu diburu oleh penjajah Inggris. Bahkan dia memperkenalkan ulama pejuang itu kepada pemerintah Makkah, dan menawarkan kesempatan pada Syeikh Rahmatullah untuk membuka Madrasah Shaulatiyah.

Sekian usang tinggal dan menetap di Mekah, tetapi alasannya yaitu kasus politik dan keamanan, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani berangkat ke Madinah, dan menetap di sana hingga dia wafat di Madinah pada tahun 1304H/1886M dan dimakamkan di sana. Semoga Allah senantiasa menerangi kuburnya.

Murid-muridnya

Sebagai seorang ulama yang mendunia, banyak ulama di zamannya berguru dan menimba ilmu darinya, termasuk dari Indonesia, Malaysia, dan lainnya. Diantara para ulama besar Nusantara yang menimba ilmu dan menjadi murid Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yaitu : Syeikh Nawawi al-Bantani, Kyai Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi, Kyai Muhammad Saleh Darat, Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Sayyid Utsman Betawi, Tuan Hussin Kedah, Syeikh Ahmad Yunus Lingga, Sayyid Abdullah az-Zawawi, Datuk Hj Ahmad (Ulama Brunei), Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni (dikenal sebagai Tok Wan Din), Syeikh Abdul Qadir al-Fathoni (Tok Bendang Daya II), Syeikh Abdul Hamid Kudus, Kyai Muhammad Khalil al-Maduri, Haji Utsman bin Abdullah al-Minankabawi (Imam, Khatib dan Kadi pertama Kuala Lumpur), Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani, Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh ‘Abdul Qadir al-Fathoni, Tuan Kisa’i al-Minankabawi (kakeknya Prof. Hamka), Sayid Abdur Rahman al-Idrus (Tok Ku Paloh), Syeikh Utsman Sarawak, dan Syeikh Abdul Wahab Rokan (Tuan Guru Babussalam).



Karya-Karyanya

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yaitu seorang ulama yang produktif. Selain melahirkan para ulama besar, dia juga menghasilkan banyak sekali karangan dalam banyak sekali cabang keilmuan Islam, menyerupai sejarah, kalam, perbandingan, bahasa, dan lainnya. Diantara karya-karya dia yang populer yaitu : al-Futuhatul Islamiyyah; Tarikh Duwalul Islamiyyah; Khulasatul Kalam fi Umuri Baladil Haram; al-Fathul Mubin fi Fadhoil Khulafa ar-Rasyidin; ad-Durarus Saniyyah fi raddi ‘alal Wahhabiyyah; Asnal Matholib fi Najati Abi Tholib; Tanbihul Ghafilin Mukhtasar Minhajul ‘Abidin; Hasyiah Matan Samarqandi; Risalah al-Isti`araat; Risalah I’raab Ja-a Zaidun; Risalah al-Bayyinaat; Risalah fi Fadhoilis Sholah; Shirathun Nabawiyyah; Mukhtasor Jiddan, Syarah Ajrumiyyah; Fathul Jawad al-Mannan; al-Fawaiduz Zainiyyah Syarah Alfiyyah as-Sayuthi; Manhalul ‘Athsyaan.

Salah satu karyanya yang “kontroversial” yaitu Asnal Mathalib fi Najati Abi Thalib. Yang mana dalam karyanya tersebut, Sayid Zaini Dahlan menjelaskan wacana keimanan Abu Thalib, Paman Nabi Muhammad saw. Ketika terjadi kontradiksi pendapat wacana Abu Thalib, apakah ia termasuk kaum mukmin atau kafir, dengan bijak Sayid Zaini Dahlan menulis dalam kitabnya Asnal Mtahalib fi Najati Abi Thalib sebagai berikut :

“Kami sependapat dengan para ulama yang menfatwakan, bahwa mengkafir-kafirkan Abu Thalib yaitu perbuatan atau pernyataan yang menyinggung dan menyakiti hati Rasulullah saw. Walaupun kami tidak beropini bahwa pernyataan menyerupai itu sudah sanggup dijadikan dasar aturan syara’ untuk tetapkan kekufuran seseorang, namun kami berani mengatakan, mengkafirkan Abu Thalib tidak sanggup dipertanggungjawabkan. Sebab, dibanding dengan Abu Thalib andil kita dalam usaha melindungi, membantu dan membela Nabi saw dan agama Islam, barangkali belum mencapai seperseratusnya.

“Jika orang masih sukar menarik kesimpulan positif mengenai keimanan dan keislaman Abu Thalib, sebaiknya berpegang saja pada saran yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Salamah al-Qudha’iy. Yaitu, dalam menyebut Abu Thalib hendaknya orang membatasi diri hanya pada soal-soal perlindungan, pertolongan dan pembelaan yang telah diberikan olehnya kepada Rasulullah saw. Dengan berpegang pada kenyataan sejarah yang objektif itu ia akan selamat, tidak akan tergelincir ke dalam hal-hal yang sukar dipertanggungjawabkan.”

Demikanlah pandangan, nasehat dan peringatan dia kepada kaum muslimin wacana Abu Thalib, “Janganlah kita mengkafirkan Abu Thalib, alasannya yaitu mengkafirkannya sama dengan menyakiti hati Nabi saw”. Tentu tidak ada umat Islam yang ingin menyakiti hati Nabi Muhammad saw. Semoga Allah senantiasa merahmati jiwa dia atas semua jasanya terhadap Islam.


Sumber: nahdlatululama.id

Comments

Popular posts from this blog

Viral How To Cook A Brisket In A Roaster Oven Background

Kisah Karomah Kh. Mahrus Ali Dan Kh. Marzuqi Dahlan

Kisah Keistimewaan Membaca Shalawat Nabi