Biografi Lengkap Syaikh Nawawi Al-Bantani (Bag. 2)

Aktivitas Dakwah Syaikh Nawawi Al-Bantani

Syaikh Nawawi ialah langsung yang sederhana, Ulama Indonesia yang satu ini mewakili Ulama Jawi --- sebutan untuk Ulama asal Indonesia --- yang mempunyai reputasi dalam bidang intelektualisme yang tinggi di balik kesederhanaannya tersebut. Kalangan cendekiawan muslim di dunia Arab pada masa itu, mengakui keulamaan dan kecendekiawanan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Sehingga melalui reputasi Syaikh Nawawi tersebut, nama Al-Jawi, menjadi terangkat. Ternyata orang ajam menyerupai Indonesia mempunyai kemampuan intelektual yang tidak kalah bahkan diakui Syaikh Nawawi, mempunyai kemampuan intelektual yang sangat brillian di antara ulama pada masanya. Termamsuk dalam acara dakwah atau pengembangan agama Islam, Syaikh Nawawi telah berkiprah banyak dalam hal mendakwahkan pesan-pesan anutan Islam kepada para kader yang nantinya ikut menjadi penyambung pengecap bagi kegiatan dakwah.

Dalam aktifitas kehidupan Syaikh Nawawi, Syaikh Nawawi memakai hari-harinya untuk kegiatan keagamaan, tegasnya yaitu memakai aktifitas hari-harinya untuk dakwah Islamiyah.

Sumbangan yang dilakukan Syaikh Nawawi dalam aktifitas dakwah Islamiyah sangat berharga. Dan hal itu dilakukan oleh dia dengan penuh keikhlasan dan penuh kesadaran.

Aktivitas apa saja yang dilakukan oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani tersebut? Dengan acara yang membawa nilai manfaat bagi pengembangan agama Islam, nama Syaikh Nawawi menjulang tinggi berkat kiprah dan keikhlasannya dalam ikut serta mengembangkan ajaran-ajaran Islam.

Aktifitas Syaikh Nawawi dalam acara dakwah Islamiyah, antara lain.

(1) Mengajarkan Islam

Syaikh Nawawi merupakan seorang ulama yang banyak jasanya bagi pengembangan agama Islam. Aktifitasnya di bidang dakwah sangat banyak membantu bagi terlaksananya keberhasilan dakwah.

Di Indonesia, para ulama banyak yang telah berjasa dalam kegiatan penyebaran dan pengembangan agama Islam. Demikian pula Syaikh Nawawi. Dalam hal ini, Syaikh Nawawi tidakm sendirian, para ulama di Indonesia yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan Al-Jawi -- di awal era ke-19 banyak yang berperan di masyarakat dalam rangka mengembangkan agama Islam. Mereka turut mengisi lembaran sejarah dakwah islamiyah di Indonesia yang telah ditanamkan dan dirintis oleh para wali sembilan yang dikenal dengan sebutan Walisongo.

Mereka antara lain; Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syaikh Nawawi Banten, Sayid Utsman bin Yahya Jakarta, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau dan lain-lain. Mereka populer sebagai ulama yang turut berjasa dalam negara Indonesia dalam tugasnya mengembangkan anutan agama Islam atau dakwah islamiyah, baik dakwah melalui lisan, maupun dakwah melalui tulisan.

Para ulama sebagai tokoh panutan, mengembangkan Islam dengan aneka macam cara. Antara lain dengan mengajarkan agama Islam kepada anak didik atau muridnya. Dimana melalui pendidikan ini, sanggup dikader calon-calon penerus usaha dakwah.

Pengembangan agama Islam tidak bisa lepas dari pengajaran dan pendidikan agama Islam. Pada waktu itu Mekkah ialah sentra pendidikan Islam yang menjadi tumpuan para murid dari aneka macam negara dunia Islam. Sebab disamping menuntut ilmu, mereka juga bisa menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang ke-lima.
Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan, bahwa "Diantara mereka yang tiba ke tanah suci untuk menunaikan rukun Islam yang ke-lima itu, juga mereka yang menetap di Mekkah atau Madinah untuk memperdalam cabang ilmu agama.

Demikian pula Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi ini. Di Mekkah dia berguru dan kemudian mengajar para murid perihal pengetahuan agama Islam. Berbagai cabang dan disiplin ilmu diajarkan oleh Syaikh Nawawi. Beliau memang diakui sebagai seorang ulama ensiklopedi yang menguasai aneka macam cabang dan disiplin ilmu.

Ada perbedaan pendapat dalam hal Syaikh Nawawi mengajar di Mekkah. Ada pendapat yang menyampaikan bahwa Syaikh Nawawi memang mengajar di Mekkah, akan tetapi Syaikh Nawawi tidak mengajar di Masjid al-Haram, dia hanya mengajar di rumahnya saja. Pendapat yang lain menyampaikan bahwa dissmping dia mengajar di rumahnya, dia juga mengajar di Masjid al-Haram.

Pendapat pertama dinyatakan oleh Snock Hurgronje, seorang orientalis Belanda, yang pernah mengadakan kunjungan ke Mekkah selama 6 bulan pada tahun 1884/1885.3 Snouck di Mekkah menemui tokoh-tokoh ulama dari daerah Al-Jawi termasuk Syaikh Nawawi Al-Jawi yang pada waktu kedatangan Snouck Hurgronje di Mekkah nama Syaikh Nawawi amat masyhur. Dalam hal ini Snouck Hurgronje menulis sebagai berikut:

"Pernah saya minta kepadanya mengapa ia tidak mengajar di Masjid al-Haram. Dia menjawab bahwa pakaiannya yang buruk dan kepribadiannya yang tidak cocok dengan kemurnian seorang Profesor Arab. Sesudah itu saya menyampaikan bahwa banyak orang yang tidak berpengetahuan sedalam dia, toh mengajar disana juga. Dia menjawab "kalau mereka diijinkan untuk mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk itu.”

Pernyataan Snouck tersebut dijawab oleh Dr. Martin van Bruinessen, seorang pengamat Belanda dan konsultan bidang Metodologi Penelitian Sosial LIPI, yang sudah masuk Islam dalam suatu kesempatan wawancara dengan penulis di Yogyakarta, sebagai berikut :

"Mungkin benar, bahwa dikala Snouck Hurgronje mengadakan kunjungan ke Makkah yaitu pada tahun 1884/1885 M, Syaikh Nawawi belum mengajar di Masjid Al-Haram dan dikala itu Syaikh Nawawi hanya mengajar di rumahnya saja. Sedangkan Scnouck dikala di Makkah hanya selama 6 bulan. Dan itu tidak menutup kemungkinan bahwa sehabis tahun-tahun itu -- sehabis Snouck Hurgronje meninggalkan Mekkah -- Syaikh Nawawi kemudian mengajar di Masjid Al-Haram.

Pendapat DR. Martin van Bruinessen tersebut berdasarkan irit penulis bisa diterima. Sebab ternyata tidak sedikit penulis yang menyampaikan bahwa Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram. Dalam hal ini Chaidar menyampaikan bahwa "Setiap mengajar di Majid al-Haram terlihat jumlah murid dan anak didiknya yang hadir tidak kurang dari 200 orang"

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan bahwa Dalam memperlihatkan pengajian (pengajaran) terutama di Masjd al-Haram, dia dikenal sebagai guru yang simpatik, sangat dalam penjelasan-penjelasannya dalam ilmunya dan ternyata sangat komunikatif"

Bahkan sebagaimana dinyatakan oleh KH. Ma'ruf Amin, bahwa di samping Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram, dia juga menjadi Imam di sana. Bahkan lebih lanjut Ma'ruf Amin menyatakan :

"Namanya semakin harum setelah di serambi rumahnya di Perkempungan Syi'ib Ali, Mekkah, perjaka Nawawi memberi kuliah kepada murid-muridnya yang jumlahnya puluhan orang. Selain menjadi Imam di Masjid al-Haram, Syaikh Nawawi juga mengajar dan mengadakan ceramah secara berkala"

Disamping beberapa uraian di atas, berdasarkan irit penulis bahwa disamping Syaikh Nawawi mengajar di rumah, dia juga mengajar di Masjid al-Haram. Sebab ternyata rumah tempat tinggal dia tidak jauh dari Masjid al-Haram, hanya berjarak 500 meter.

Alasan lain ialah kealiman dan kepandaian Syaikh Nawawi cukup diakui oleh masyarakat dan ulama Mekkah. Disamping pergaulannya yang intensif dengan mereka. Maka sangat logis apabila Syaikh Nawawi membuka pengajian untuk para murid di Masjid al-Haram. Akan tetapi disamping Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram dia juga mengajar di rumahnya sendiri.

Dengan demikian menjadi semakin kuat-lah pendapat yang menyampaikan bahwa Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram Mekkah. Hal ini dilakukan oleh Syaikh Nawawi dalam rangka kegiatan pendidikan dan pengajaran guna mengembangkan agama Islam dan kegiatan dakwah Islamiyah. Kegiatan ini dilakukan oleh Syaikh Nawawi sebagai metode berdakwah atau menyempaikan ajaran-ajaran Islam. Murid-murid yang tiba kepadanya untuk menuntut ilmu tidak sedikit yang berhasil. Di Indonesia muridnya antara lain K.H. Wasith, pimpinan pejuang Pemberontakan Cilegon (1888 M), K.H. Hasyim Asy'ari tokoh dan pendiri NU, KH. Ahmad Dahlan tokoh dan pendiri Muhammadiyah, dan lain-lain.

Dalam hal mengajar, Nawawi mendapatkan murid gres semenjak tingkat permulaan tata Bahasa Arab, di samping murid yang sudah cukup pandai dan yang mengajar sendiri di tempat mereka. Golongan ini mengambil alih sebagian tugasnya di pendidikan dasar, menyerupai juga beberapa orang yang hidup di rumahnya antara lain adiknya Abdullah 16 tahun yang sepanjang hidupnya dididik oleh kakaknya.

Dalam tugasnya mengajar pelajaran mengenai agama Islam, Syaikh Nawawi cukup berhasil. Di Mekkah, Nawawi mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada para mahasiswa yang berdatangan ke sana dari aneka macam negara. Baik dari Indonesia maupun Arab, atau dari wilayah dunia Islam yang lain, dimana mereka bermukim di Mekkah dalam rangka menuntut ilmu dari para ulama kenamaan di sentra pendidikan Islam di Mekkah.

Makam Syaikh Nawawi Al-Bantani


(2) Mendakwahkan Islam Melalui Karya Tulis

Dakwah Islam bisa dilakukan dengan aneka macam cara dan pendekatan, baik melalui dakwah bil verbal (dakwah melalui lisan), dakwah bil kitabah (dakwah melalui tulisan) maupun dengan cara dakwah bil-hal (dakwah melalui amal nyata). Kesemuanya bertujuan untuk memberikan pesan-pesan atau anutan Islam kepada masyarakat luas.

Sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, Syaikh Nawawi disamping mengajar dan mendidik para murid yang tiba kepadanya untuk menuntut ilmu, dia juga memakai waktu- waktunya untuk menulis atau mengarang buku-buku mengenai keislaman. Menulis merupakan kegiatan yang digemarinya dalam rangka berdakwah. Karya-karya Syaikh Nawawi merupakan warisan intelektual Islam yang sangat berharga bagi generasi sesudahnya.

Syaikh Nawawi ialah seorang penulis yang berbakat dan produktif. Buku-buku karyanya telah banyak yang diterbitkan dan menyebar di aneka macam daerah dunia Islam. Bahkan untuk di daerah pesantren-pesantren di seluruh Indonesia dan di Asia Tenggara buku-buku karya Syaikh Nawawi amat terkenal.

Sebagaimana telah disebutkan dalam uraian terdahulu, bahwa Syaikh Nawawi berhasil menulis karya tulis yang jumlahnya cukup banyak. Beliau ialah merupakan seorang ulama dan pengarang yang produktif dan berbakat. Tulisannya hampir meliputi aneka macam disiplin keilmuan mulai dari ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu fiqh, ilmu tauhid, ilmu akhlaq, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa. Hal ini memperlihatkan bahwa Syaikh Nawawi menguasai keilmuan Islam secara komprehensif.

Snouck Hurgronje, menyebut bahwa terang sekali ialah bahwa keistimewaan ulama kita ini -- Syaikh Nawawi -- terletak lebih di bidang penanya daripada lidahnya. Mengenai jumlah buku karya Syaikh Nawawi, ada perbedaan pendapat. Buah karya Nawawi, ada yang menyebut 115 buah, dan ada yang menyebut 99 buah, dan ada yang menyebut 41 buah.

Sementara berdasarkan Yousuf Alian Sarkis, dalam bukunya Dictionary of Arabic Printed Books, menyebut bahwa ada 38 buah buku Syaikh Nawawi yang telah diterbitkan oleh penerbit di Mesir maupun di Mekkah. Bahkan diantaranya ada yang sudah cetak ulang untuk kesekian kalinya.

Di dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, disebutkan bahwa karya Syaikh Nawawi cukup banyak, baik yang sudah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan dan seluruhnya berjumlah lebih dari 115 buah.

Dengan hasil yang cukup banyak tersebut, sanggup dipastikan bahwa Syaikh Nawawi ialah seorang ulama pengarang yang produk tif, tekun dan cerdas. Dan karya-karya tersebut merupakan pinjaman yang sangat berharga bagi pengembangan dakwah Islamiyah. Yayasan An-Nawawi Al-Bantani, Tanara, Banten, sebuah yayasan yang didirikan pada tahun 1980 oleh keturunan Syaikh Nawawi, kini diketuai oleh K.H. Ma'ruf Amin, Yayasan tersebut mempunyai 41 buah kitab karya Syaikh Nawawi yang telah diterbitkan dan menyebar di aneka macam toko buku.

Melihat karya-karya tulis Syaikh Nawawi yang banyak itu, sanggup kiranya disimpulkan bahwa Syaikh Nawawi ialah pennulis dan pengarang yang produktif. Bagi seorang penulis, karya yang hingga puluhan bahkan ratusan ialah sebuah prestasi gemilang. Apalagi ditulis pada masa sarana dan kemudahan apa adanya, belum selengkap sekarang.

Ulama-ulama populer dari Indonesia dan Asia Tenggara yang mengarang buku atau kitab dalam bahasa Arab, berdasarkan irit penulis belum ada yang melebihi prestasi sebagaimana Syaikh Nawawi dalam menulis. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari menulis sebanyak 10 buah. Syaikh Daud bin Abdullah Al-Fathani menulis sebanyak 37 buah kitab. Syaikh Mahfudz At-Tirmasi, dari Termas Pacitan emnulis buku sebanyak 5 buah kitab. Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, menulis sebanyak 31 kitab.

Dengan demikian, sepanjang data-data yang sanggup diketahui, bahwa diantara para ulama dari Indonesia bahkan dari Asia Tenggara, Syaikh Nawawi-lah penulis yang paling produktif. Sebab dibandingkan dengan karya-karya para ulama lainnya dari Indonesia dan Asia Tenggara, karya Nawawi ialah yang paling banyak, paling tidak terdapat 41 buah kitab karya Syaikh Nawawi yang telah diterbitkan dan menyebar di aneka macam pelosok dunia Islam.

Menurut DR. KH. Idham Chalid, mengingat jumlah besar kitab-kitab karangannya Syaikh Nawawi Al-Bantani yang isinya meliputi seluruh kebutuhan masyarakat, dimana kitab-kitabnya tersebar luas di Timur Tengah, Asia, dan Indonesia, maka sepatutnyalah kepadanya kita berikan predikat Pujangga Dunia Islam.

Kitab-kitab karya Syaikh Nawawi berisi pembahasan ilmu yang hingga kini masih tetap dikaji di Pesantren-Pesantren di Indonesia. Berdasarkan penelitian DR. Martin van Bruinessen, seorang pengamat dari Belanda, bahwa karya-karya Nawawi masih mendominasi Pesantren, melebihi karya ulama lainnya. Martin menyatakan hal tersebut berdasarkan pada penelitiannya atas 40 Pesantren di Indonesia.

Berdasarkan keterangan-keterangan sebagaimana tersebut diatas, sanggup penulis simpulkan bahwa Syaikh Nawawi ialah seorang penulis yang produktif dan berbakat.

Syaikh Nawawi memakai metode dakwah dengan karya tulis atau menuliskan materi-materi dakwah ke dalam karya-karyanya. Sebagaimana sanggup kita ketahui, bahwa dengan tradisi kepenulisan ini, maka ajaran-ajaran Islam sanggup lebih menyebar luas ke aneka macam tempat, tanpa dibatasi ruang dan waktu. Hal ini sangat efektif alasannya ialah dengan karya tulis pesan-pesan dakwah sanggup disampaikan dengan jangkauan yang lebih luas menembus segala ruang dan waktu serta sanggup dikaji dalam waktu yang lama.

Para ulama populer semenjak dahulu juga memakai metode ini sebagai media dakwah menyerupai Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Al-Ghazali, Imam Nawawi, Syaikh Muhammad Abduh, Abul A'la Al-Maududi, dan lain-lain. Mereka menjadi lebih masyhur namanya lantaran melalui karya-karya dakwahnya.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa kitab-kitab hasil karya Syaikh Nawawi cukup banyak jumlahnya, hal tersebut sangat berkhasiat bagi dakwah Islamiyah. Dan ternyata Syaikh Nawawi memakai karya tulis sebagai metode dakwah Islamiyah.

Dengan melihat aktifitas-aktifitas dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Nawawi, antara lain dengan membuatkan anutan Islam melalui pendidikan di Makkah Al-Mukarramah, dengan keberhasilan para anak didik yang kemudian menjadi tokoh dakwah menyerupai Syaikh Mahfudz At-Tarmisi, K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wasith, K.H. Ahmad Dahlan dan lain-lain. Juga keberhasilan dakwanya melalui karya tulis dimana karya-karya Syaikh Nawawi hingga kini masih tetap dikaji dan dijadikan acuan bagi banyak santri dan pelajar, maka kiranya sanggup ditarik kesimpulan bahwa Syaikh Nawawi ialah merupakan seorang ulama tokoh dakwah atau Rijal al-Dakwah yang cukup besar jasa-jasanya bagi pengembangan dakwah islamiyah baik di negeri asalnya Indonesia maupun di dunia Islam pada umumnya.

Dampak aktifitas dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Nawawi hingga kini masih terasa dengan maraknya kajian terhadap kitab-kitab karya Syaikh Nawawi di aneka macam Pesantren. Bahkan sebagaimana dikatakan oleh DR. Zamakhsyarie Dhofier, bahwa hampir seluruh kiai Pesantren di Jawa menelusuri geanologi keilmuannya melalui transmisi dari Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi. Hal ini memperlihatkan bahwa dampak Syaikh Nawawi amat besar terhadap perkembangan agama Islam terutama di Indonesia.

Dari uraian sebagaimana penulis sampaikan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam bidang dakwah Islam.

Wallahu A’lam

Sumber: Samsul Munir Amin (Dosen UNSIQ Wonosobo)

Comments

Popular posts from this blog

Viral How To Cook A Brisket In A Roaster Oven Background

Kisah Karomah Kh. Mahrus Ali Dan Kh. Marzuqi Dahlan

Kisah Keistimewaan Membaca Shalawat Nabi