Kisah Kh. Sholeh Darat Semarang Menjodohkan Putrinya

Kapan pertama kali Syekh Mahfuzh Termas (Al-Imam al-Allamah al-Faqih al-Uṣūli al-Muḥaddith al-Muqri Muḥammad Maḥfūz bin Abdullah, bin Abdul Mannan at-Tarmasi al-Jawi al-Makki ash-Syafi‘i, 1868-1919) bertemu dengan Kiai Sholeh Darat (Al-Alim al-Allamah Muḥammad Ṣaliḥ bin ‘Umar as-Samarani, w.1903)? 

Barangkali jawabannya terjadi pada final 1870-an. Ketika itu, Mahfuzh kecil dibawa oleh ayahnya, Kiai ‘Abdullah, untuk mondok di Pesantren Darat yang diasuh oleh Kiai Sholeh Darat, seorang kiai yang telah populer kealimannya pada masa itu. Kiai Abdullah terang telah mengenal Kiai Sholeh Darat di Mekkah, di mana sampai kelahiran Mahfuzh ia masih berada di sana.

Dalam pengantar karyanya Kifayat al-Mustafid Lima Ala Min al-Asanid, Syekh Mahfuzh menceritakan proses mengajinya sebagai berikut:

Di antara para syekhkku yang mulia dan mendalam ilmunya … ialah al-Allamah asy-Syekh Muḥammad Ṣaliḥ bin Umar as-Samarani: Aku mengikuti pengajian ia dalam Tafsir al-Jalalain secara keseluruhannya sebanyak dua kali, Syarḥ asy-Syarqawi Ala al-Ḥikam begitu juga (dua kali khatam, ed.), Wasila(tuṭ) -Ṭullab, dan Syarḥ al-Mardini dalam ilmu astronomi. (Maḥfūz, Kifayat al-mustafid, 7)

Dalam daftar guru yang disusun Syekh Mahfuzh di atas, Kiai Sholeh menempati urutan kedua sesudah ayah beliau. Hal ini sanggup mengindikasikan paling tidak satu dari dua hal berikut. Pertama, Kiai Sholeh ialah guru pertama sesudah ayah Syekh Mahfuzh sendiri. Artinya, daftar itu disusun berdasarkan urutan kronologis. Kedua, daftar ini disusun berdasarkan urutan pengaruh. Artinya, Kiai Sholeh dinilai oleh Syekh Mahfuzh sebagai guru yang paling besar lengan berkuasa dalam kehidupan beliau, sesudah sang ayah.

Syekh Mahfuzh terang merupakan murid yang istimewa di mata sang guru. Hal ini sanggup disimpulkan dari impian ia menyebabkan Syekh Mahfuzh sebagai menantu. Iya! Syekh Mahfuzh-lah yang pertama kalinya dikehendaki menjadi menantunya. Namun, kita ketahui bahwa, Kiai Dahlan-lah, adik dari Syekh Mahfuzh yang karenanya menjadi menantu Kiai Sholeh. Apa yang terjadi? Berikut kisahnya sebagaimana dituturkan Drs. KH Fathurrahim kepada penulis setahun yang lalu.

Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ikhlas (Nuris), Jembrana, Bali, ini menyampaikan bahwa tanda dari impian Kiai Sholeh ingin menyebabkan Syekh Mahfuzh sebagai menantu sangat jelas. Keturunan Kiai Sholeh Darat dari Kiai Dahlan at-Tarmasi ini mengisahkan bahwa Kiai Sholeh sering sekali menunjukkan hadiah untuk Syekh Mahfuzh. Hadiah ini beragam, mulai dari pecis, baju, sarung dan lainnya. Hal ini ditangkap terang oleh Syekh Mahfuzh bahwa Kiai Sholeh ingin menjadikannya sebagai menantu. 

Namun, Syekh Mahfuzh justru selalu menunjukkan hadiah dari Kiai Sholeh kepada adiknya, Kiai Dahlan. Kiai yang dikenal sebagai jago astronomi, sehingga ia dijuluki Kiai Dahlan al-Falaki, selalu mendapatkan sumbangan itu. Suatu ketika, barangkali ketika itu Kiai Sholeh menilai bahwa anak perempuannya telah siap untuk menikah, ia tiba berkunjung ke rumah Kiai ‘Abdullah. Kali ini ia menyatakan secara terang bahwa ia hendak menjalin kekerabatan besan dengan Kiai ‘Abdullah dengan melamar Syekh Mahfuzh untuk putri Kiai Sholeh, Raden Adjeng Siti Zahroh.

“Keluarlah ke sini wahai yang hendak menjadi calon menantuku!” ucap Kiai Fathurrahim menceritakan ucapan Kiai Sholeh.

Syekh Mahfuzh meminta adiknya untuk menggunakan seluruh hadiah yang pernah ia berikan, yaitu hadiah yang bekerjsama dari Kiai Sholeh. Beliau kemudian mengajak sang adik untuk menghadap Kiai Sholeh. Ketika berada di hadapan Kiai Sholeh, Syekh Mahfuzh berkata,

“Yang menggunakan seluruh sumbangan Mbah Yai inilah yang menjadi calon menantu Mbah Yai.”

Kiai Dahlan yang tidak tahu apa-apa, saya kira tentunya cukup kaget dengan ucapan kakaknya itu. Namun, ia membisu saja mengikuti rencana sang kakak. Barangkali, sebagian kita akan menduga bahwa Kiai Sholeh akan murka sebab “ditolak” oleh Syekh Mahfuzh. Namun hal itu keliru, Kiai Sholeh mendapatkan perubahan calon menantunya.

Masjid Peninggalan KH. Sholeh Darat di Semarang


“Baiklah! Tidak mengapa, asalkan saya sanggup berbesan dengan Kiai Abdullah,” ucap Kiai Sholeh.

Dari sinilah terjawab teka-teki ijab kabul Kiai Dahlan at-Tarmasi dengan Raden Adjeng Siti Zahroh. Kiai Dahlan sendiri ialah santri Kiai Sholeh di Pesantren Darat.

Di final perbincangan kami, Kiai Fathurrahim berpesan biar saya mencarikan sebuah kitab falak karya Kiai Dahlan yang menurutnya ada di Belanda. Sejauh saya mencari, terutama di Perpustakaan Leiden, saya tidak menemukan kitab tersebut. Barangkali ada yang tahu kitab falak karya Kiai Dahlan at-Tarmasi, sanggup tolong bantu kami.


Penulis: Nur Ahmad (Wakil Sekretaris PCINU Belanda)
Sumber: Situs PBNU

Comments

Popular posts from this blog

Viral How To Cook A Brisket In A Roaster Oven Background

Kisah Karomah Kh. Mahrus Ali Dan Kh. Marzuqi Dahlan

Kisah Keistimewaan Membaca Shalawat Nabi