Kisah Kh. Hasyim Asy’Ari Menggendong Nabi Khidir
Hujan turun dengan begitu deras di Kabupaten Bangkalan ketika itu, khususnya di Demangan, Pondok Pesantren asuhan Syaikhona Kholil al-Bangkalani. Meski hujan mengguyur dengan derasnya, ada saja orang yang bertamu kepada beliau.
Terlihat di antara rerintik hujan yang semakin deras, seorang renta lumpuh dengan susah payah hendak berkunjung menemui Syaikhona Kholil. Syaikhona segera tanggap, dia kemudian memerintahkan santrinya untuk menyusul. “Adakah di antara kalian yang mau menggendong dan membawa tamuku di luar sana itu?”
“Biar aku saja, Yai,” jawab seorang santri muda mendahului teman-temannya.
Santri muda itu bergegas meloncat menembus rerintik hujan yang semakin deras, menghampiri orang renta itu. Tanpa pikir panjang, ia menggendongnya untuk menemui Syaikhona Kholil. Dengan sangat akrab, Syaikhona Kholil menyambut tamunya, dan di antara keduanya terjadi obrolan empat mata. Tidak beberapa lama, rupanya percakapan mereka telah usai. Syaikhona Kholil mendatangi santri-santrinya untuk meminta dukungan lagi, “Siapakah di antara kalian yang mau membantu orang renta ini untuk kembali pulang?”
“Biar aku Yai,” sahut santri yang tadi menggendong orang renta tersebut. kemudian santri muda itu dengan penuh rasa takzim menggendongnya keluar Pondok Pesantren dengan hati-hati sesuai perintah Syaikhona Kholil.
Setelah santri dan tamu orang renta itu keluar dari daerah Pesantren, Syaikhona Kholil berkata kepada santri-santrinya yang lain, “Santri-santriku, saksikanlah bahwa ilmuku telah dibawa santri itu.”
Dan ternyata yang digendong oleh santri tersebut ialah Nabiyullah Khidir as. yang bersilaturahmi kepada Syaikhona Kholil dan santri yang menggendongnya ialah Hadlratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari muda (Pendiri Nahdlatul Ulama), yang kemudian mewarisi keilmuan Syaikhona Kholil al-Bangkalani.
Wallahu A’lam
Comments
Post a Comment